Kandungan klorin pada beberapa produk pembalut yang diungkap Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) masih menjadi kontroversi. Pasalnya, pihak Kementerian Kesehatan (Kemkes) mengatakan kalau kandungan klorin tersebut masih dalam batas aman.
Menurut YLKI, melalui rilis yang diterimaBeritasatu.com sebagai bahan yang beracun dan iritatif, tentunya ada batas maksimum saat digunakan, sehingga bisa dinyatakan aman. Tetapi, ironisnya Kemkes justru menyatakan aman pembalut berklorin, tanpa batas aman sedikitpun.
"Ini menandakan Kemkes terlalu melindungi kepentingan industri pembalut, dan abai terhadap kesehatan publik, abai terhadap kesehatan konsumen sebagai pengguna pembalut," tulis pernyataan YLKI.
Banyak dokter kandungan (ginekolog), yang menurut YLKI dengan tegas menyatakan bahwa klorin (via media pembalut yang digunakan) sangat berbahaya bagi kesehatan alat reproduksi perempuan. Klorin bagi alat reproduksi perempuan bukan hanya bisa menimbulkan gatal-gatal, iritatif, tetapi juga bisa menimbulkan infertilitas (kemandulan) dan bahkan karsinogenik.
Untuk mengatasi permasalahan ini YLKI mendesak rencana Badan Standarisasi Nasional (BSN) yang akan merevisi Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang pembalut. YLKI meminta agar SNI wajib pada pembalut dengan memasukkan klorin sebagai bahan terlarang pada pembalut.
Setidaknya ada ambang batas maksimum. Misalnya, FDA (Amerika Serikat) merekomendasikan bahwa batas maksimum klorin pada pembalut adalah 0,1 ppm.
Faktanya, menurut YLKI saat ini, pembalut merupakan kebutuhan pokok bagi perempuan. Terbukti, dari sekitar 118 juta perempuan di Indonesia, yang 67 jutaan adalah wanita subur (masih menstruasi dan penggguna pembalut), maka diperkirakan tak kurang dari 1,4 miliar pembalut/per bulan, digunakan oleh perempuan Indonesia.
Tags
Berita