Kejahatan-kejahatan ilmu hitam dibahas dan diatur dalam
Rancangan Undang-Undang Kitab Umum Hukum Pidana (RUU KUHP) yang tengah digodok
Dewan Perwakilan Rakyat. Setiap orang yang berupaya menawarkan kemampuan
magisnya bisa terancam pidana lima tahun penjara. Aturan tersebut diatur dalam
Bab V tentang Tindak Pidana terhadap Ketertiban Umum yang secara khusus
dicantumkan dalam Pasal 293. Berikut ini kutipan pasal yang mengatur tentang
santet dan ilmu hitam lainnya itu:
"(1) Setiap orang yang menyatakan dirinya
mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan atau
memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat
menimbulkan penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV;
(2)
Jika pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 melakukan
perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata
pencaharian atau kebiasaan, maka pidananya ditambah dengan sepertiga."
Sementara dalam penjelasannya disebutkan bahwa ketentuan itu
dimaksudkan untuk mengatasi keresahan masyarakat yang ditimbulkan oleh praktik
ilmu hitam (black magic) yang secara hukum menimbulkan kesulitan dalam
pembuktiannya. Ketentuan ini dimaksudkan juga untuk mencegah secara dini dan
mengakhiri praktik main hakim sendiri yang dilakukan oleh warga masyarakat
terhadap seseorang yang dituduh sebagai dukun teluh (santet).
Tidak rasional
Pakar hukum dari Universitas Sumatera Utara, Dr Pedastaren
Tarigan, berpendapat, tidak rasional menjadikan santet sebagai delik sebab
perbuatan itu merupakan fenomena kekuatan gaib dan akan sulit dibuktikan di
ranah hukum pidana.
"Santet akan sulit dibuktikan dan begitu pula oleh aparat penegak hukum yang menangani perkaranya," kata Pedastaren, di Medan, Kamis (21/3/2013), menanggapi RUU KUHP yang diajukan pemerintah.
"Santet akan sulit dibuktikan dan begitu pula oleh aparat penegak hukum yang menangani perkaranya," kata Pedastaren, di Medan, Kamis (21/3/2013), menanggapi RUU KUHP yang diajukan pemerintah.
Oleh karena itu, menurut dia, pemerintah yang telah
memasukkan delik santet ke rancangan KUHP hendaknya mengkaji kembali dan
mempertimbangkan secara arif dan bijaksana. "Kita tidak ingin dengan
diberlakukannya delik santet melalui KUHP dapat menimbulkan masalah sosial di
kemudian hari atau banyak warga yang jadi korban fitnah, lalu menjadi terdakwa
dan diadili," katanya.
santet, (google.com) |
Menurutnya, praktik santet sering terjadi di lingkungan
masyarakat, tetapi untuk membuktikan siapa pelaku ataupun korbannya sulit
dibuktikan. Seorang penegak hukum, kata Pedastaren, tidak bisa menjadikan
sebagai alat bukti pengakuan seorang pelaku supranatural (dukun) bahwa si B
sakit dan ditemukan jarum di dalam perutnya akibat disantet atau diguna-guna
oleh si A. Bahkan, katanya, keterangan seorang penghayat supranatural juga
tidak dapat dijadikan bukti untuk menjerat, misalnya si A melakukan perbuatan
melanggar hukum untuk diajukan ke pengadilan negeri.
Selain itu, Pedastaren juga melihat ancaman hukuman tersebut
sulit diterapkan kepada pelaku santet atau dukun yang sengaja menyantet
seseorang karena disuruh orang lain dengan imbalan berupa uang. Menurutnya,
kasus kejahatan santet-menyantet sering terjadi di kalangan masyarakat akibat
persaingan bisnis, jabatan, atau percintaan. Namun, karena menyangkut kekuatan
gaib, sulit dibuktikan di ranah hukum.
sumber : kompas.com
Tags
Unik