Keluarga Anton (Restu Sinaga), Lidya (Febby Febiola) dan putranya Bintang (Zidane), baru saja tiba dari Italia. Mereka bergegas menuju Bandung meski sudah larut malam. Di tengah perjalanan, di jalan Tol Cikampek KM 97, Bintang ingin buang air kecil. Karena rest area masih jauh, Lidya pun meminta Anton untuk berhenti di pinggir jalan dan menunggu Bintang buang air kecil di semak-semak. Setelah selesai, mereka kembali meneruskan perjalanan
Lidya juga merasakan keganjilan karena beberapa kali muncul
penampakan-penampakan yang membuatnya takut. Keesokan harinya kejadian-kejadian
aneh dan mengerikan terjadi lagi, pembantu rumah tangga, Bi Leha tiba-tiba
hilang begitu saja. Tak berapa lama Lilis, pegawai kebun, juga hilang. Lidya
semakin yakin ada ada kekuatan gelap yang menguasai rumah dan seisinya, Lidya
pun berusaha keras untuk melindungi Bintang.
Penampakan-penampakan yang menyerupai sosok wanita tua
membuat Lidya yakin bahwa arwah mertua perempuannya yang menyebabkan semua
keanehan di rumah. Tapi mertua laki-lakinya justru menunjuk Bintang sebagai
penyebabnya. Sebagai seorang ibu Lidya tidak rela dan tidak percaya
Saat Lidya sadar bahwa Bintang yang mereka hadapi ini
bukanlah Bintang anak mereka, mereka pun segera mengembalikan anak ini ke
asalnya di tol Cipularang KM 97 agar mendapatkan kembali Bintang yang
sebenanrnya.
Cover KM 97 |
Review:
Film ini berhasil menimbullkan rasa takut dengan kegelapan
dan scoring musik yang cukup membuat ketakutan sekaligus penasaran. Jose Poernomo juga
memberikan penampakan yang berbeda di film ini. Lepas dari segala bentuk memedi
seperti pocong, kuntilanak, suster ngesot dan sebagainya, penampakan baru ini
bisa membuat penonton merasakan aura horor.
Meskipun Febby mengatakan
tidak ada adegan seksi yang diperankannya di film ini, namun bumbu keseksian
nampaknya masih tak dihilangkan. Jose mengeksploitasi
tubuh pemain utama perempuannya dengan cara yang berbeda. Sayangnya masih ada
titik dimana keseksian itu tetap saja menganggu alur cerita.
Secara alur cerita film ini sebenarnya berhasil membangun
karakter dan konsisten. Apalagi, Jose memberikan
penanda tanggal kejadian di film ini. Jadi penonton bisa mendapatkan garis
besar ceritanya dengan mudah.
Sayangnya, akting pemain di film ini terasa datar-datar saja.
Didominasi dengan kecurigaan dan amarah, akting Restu dan Febby jadi
membosankan saat mereka beradu argumen. Kemarahan berkali-kali ditunjukkan
dengan suara keras dan tarik urat saraf. Ditambah dengan tata suara yang kurang
optimal. Munculnya suara keras yang mengejutkan berkali-kali terasa tidak
nyaman dan merusak mood penonton. (kapanlagi.com)
Tags
Entertainment