Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menolak tudingan yang menyatakan bahwa 16 perusahaan ISP (Internet Service Provider) melakukan korupsi dan merugikan negara.
Pernyataan APJII ini disampaikan berkaitan dengan laporan LSM Realisasi Implementasi Pemberantasan Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (LSM RIP-KKN) ke Kejaksaan Agung pada Senin (18/2) kemarin.
"Tudingan itu menurut kami mengada-ada. Mereka tampaknya ingin memperkeruh industri ISP yang saat ini berperan membuat masyarakat melek teknologi dan memberikan sumbangan besar pertumbuhan ekonomi negara sampai 6,3%," kata ketua umum APJII Samuel A Pangerapan, dalam keterangan pers yang diterima KompasTekno, Rabu (20/2/2012).
Samuel mengatakan, APJII akan melindungi anggotanya dari tudingan pihak lain yang membahayakan industri internet dan telekomunikasi.
Aditya Panji/KompasTekno |
Dalam laporannya RIP-KKN mengadukan 5 operator seluler dan 16 perusahaan ISP telah melakukan korupsi penggunaan jaringan frekuensi sejak tahun 2004 sehingga merugikan keuangan negara Rp 16,8 triliun. Kerugian tersebut dihitung oleh mereka dari biaya hak pemakaian (BHP) frekuensi para terlapor sejak tahun 2004.
Adapun 5 operator terlapor adalah Telkomsel Flash dengan Frekuensi 3G, XL Axiata dengan Frekuensi 3G, Indosat 3G dan Bakrie Telekom (FWA) dengan mempergunakan Fixed Wireless Access. Sedangkan 16 ISP terlapor adalah Indonet, IM2, AT&T LSP, Sistelindo, BizNet, CBN, Central Online, Centrin Online, IPNet, Jalawave, Radnet, Cepatnet/Moratel, Quasar, Andalas Internet, dan Lintasarta.
Laporan LSM ini terkait kasus yang sedang disidangkan tentang dakwaan korupsi yang dilakukan IM2 dan Indosat. Masalah kerjasama penggunaan jaringan Indosat oleh IM2 oleh LSM KTI —yang melaporkan —dituding sebagai penyalahgunaan frekuensi radio 2.1 GHz yang dialokasikan untuk 3G yang penunjukannya melalui tender.
Menurut Samuel, sesuai dengan Undang-undang No.36 Tahun 2009 tentang Telekomunikasi, bahwa yang berhak menegur, apabila ada pelanggaran di bidang telekomunikasi dan internet adalah Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) yang terdiri dari wakil masyarakat (KRT - Komite Regulasi Telekomunikasi) beserta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo). Artinya, pendapat mereka harus didengar juga oleh lembaga hukum lain.
Dijelaskannya, dalam bisnis telekomunikasi dan internet, sudah menjadi hal yang tak bisa dipisahkan bahwa antaroperator dan ISP saling berbagi (sharing) fasilitas jaringan. Bahkan dalam pemberian lisensi usaha, Kemkominfo membagi antara NAP (network access point) dan ISP . Yang mana, dalam hal ini, untuk sambungan internasional pihak ISP harus membeli atau mendapatkan dari NAP.
Selain itu, apabila di suatu tempat ISP tidak menggelar jaringan, ketika memberikan layanan di tempat tersebut maka bisa dengan sah menyewa jaringan perusahaan ISP lain yang sudah ada. "Jadi naturebisnis kami itu sharing facility atau network. Kami selalu berbagi karena jaringan itu tidak bisa sendiri, pasti saling membutuhkan dan kami saling membantu," jelasnya.
APJII juga menghimbau kepada pemerintah dalam hal ini Kemkominfo untuk lebih tegas dan melindungi ISP dan operator seluler.
Kemkominfo diharap menerbitkan aturan tentang MVNO (Mobile virtual network operator), yakni operator jaringan virtual bergerak yang memungkinkan menjadi payung hukum dalam hal kerjasama antaroperator seluler dengan ISP dalam pemakaian fasilitas jaringan.
Tags
Teknologi